Pidato wisudawan terbaik, memukau sekaligus "Menakutkan"
Setiap acara wisuda di kampus selalu ada pidato sambutan dari salah
seorang wisudawan. Biasanya yang terpilih memberikan pidato sambutan
adalah pribadi yang unik, tetapi tidak selalu yang mempunyai IPK
terbaik. Sepanjang yang saya pernah ikuti, isi pidatonya kebanyakan
tidak terlalu istimewa, paling-paling isinya kenangan memorabilia selama
menimba ilmu di kampus tersebut, kehidupan mahasiswa selama kuliah,
pesan-pesan, dan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman civitas academica.
Namun, yang saya tulis dalam posting-an ini bukan pidato wisudawan di
Indonesia, tetapi wisudawan di Amerika. Beberapa hari yang lalu saya
menerima kiriman surel dari teman di milis dosen yang isinya cuplikan
pidato Erica Goldson pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School,
New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan
nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut
saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa
keprihatinan yang muncul (nanti saya jelaskan).
==========
“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman
yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas
saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya
memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya
katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan
apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem
yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa
saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi
musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya,
setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa
saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia,
seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja
adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam
sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan
kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh
kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas
dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin
membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat
anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik
membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR
saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil
ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran,
apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas
menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa
yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi
pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam
kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam
hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran
hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai
terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar.
Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”
===========
Hmmm… setelah membaca pidato wisudawan terbaik tadi, apa kesan anda?
Menurut saya pidatonya adalah sebuah ungkapan yang jujur, tetapi menurut saya kejujuran yang “menakutkan”.
Menakutkan karena selama sekolah dia hanya mengejar nilai tinggi,
tetapi dia meninggalkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam
bidang lain, seperti hobi, ketrampilan, soft skill, dan lain-lain.
Akibatnya, setelah dia lulus dia merasa gamang, merasa takut terjun ke
dunia nyata, yaitu masyarakat. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, dia
sendiri tidak tahu apa yang dia inginkan di dalam hidup ini.
Saya sering menemukan mahasiswa yang hanya berkutat dengan urusan kuliah semata.
Obsesinya adalah memperoleh nilai tinggi untuk semua mata kuliah.
Dia tidak tertarik ikut kegiatan kemahasiswaan, baik di himpunan maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa.
Baginya hanya kuliah, kuliah, dan kuliah. Memang betul dia sangat rajin, selalu mengerjakan PR dan tugas dengan gemilang.
Memang akhirnya IPK-nya tinggi, lulus cum-laude pula. Tidak ada yang
salah dengan obsesinya mengejar nilai tinggi, sebab semua mahasiswa
seharusnya seperti itu, yaitu mengejar nilai terbaik untuk setiap
kuliah. Namun, untuk hidup di dunia nyata seorang mahasiswa tidak bisa
hanya berbekal nilai kuliah, namun dia juga memerlukan ketrampilan hidup
semacam soft skill yang hanya didapatkan dari pengembangan diri dalam
bidang non-akademis.
Nah, kalau mahasiswa hanya berat dalam
hard skill dan tidak membekali dirinya dengan ketrampilan hidup,
bagaimana nanti dia siap menghadapi kehidupan dunia nyata yang
memerlukan ketrampilan berkomunikasi, berdiplomasi, hubungan antar
personal, dan lain-lain.
Menurut saya, ini pulalah yang menjadi
kelemahan alumni kuliah di Indonesia yang disatu sisi sangat percaya
diri dengan keahliannya, namun lemah dalam hubungan antar personal.
Itulah makanya saya sering menyemangati dan menyuruh mahasiswa saya
ikut kegiatan di Himpunan mahasiswa dan di Unit-Unit Kegiatan, agar
mereka tidak menjadi orang yang kaku, namun menjadi orang yang
menyenangkan dan disukai oleh lingkungan tempatnya bekerja dan bertempat
tinggal.
Orang yang terbaik belum tentu menjadi orang tersukses, sukses dalam hidup itu hal yang lain lagi.
Menurut saya, apa yang dirasakan wisudawan terbaik Amerika itu juga merupakan gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita.
Anak didik hanya ditargetkan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran,
karena itu sistem kejar nilai tinggi selalu ditekankan oleh guru-guru
dan sekolah.
Jangan heran lembaga Bimbel tumbuh subur karena murid
dan orangtua membutuhkannya agar anak-anak mereka menjadi juara dan
terbaik di sekolahnya.
Belajar hanya untuk mengejar nilai
semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal
kehidupan terabaikan. Sistem pendidikan seperti ini membuat anak didik
tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif.
INSPIRATIF...?? LIKE & SHARE IT......!! ^^
sumber : http://youtu.be/e8R7bz6sdHs
0 comments:
Post a Comment